Loading...

ADMINISTRATOR Kamis, 14 AGUSTUS 2025 64 Kali

Peacemaker Justice di Wilayah Inter-Multikultur Taman Sari

Mengenal Taman Sari Jakarta

Jika touch keyboard anda menulis Taman Sari maka mesin pencarian google akan dengan mudah mengarahkan puluhan tempat di Indonesia dengan nama Taman Sari. Sebagain besar-kalau tidak dibilang seluruhnya-yang menggunakan nama Taman Sari adalah lokasi pariwisata di indonesia. 

Lokasi-lokasi yang menggunakan nama Taman Sari juga memiliki akar sejarah, kebudayan yang kuat. Seperti kunjungan Tim visit Kelurahan Taman Sari Jakarta ke Taman Sari Yogyakarta. Ulasan tentang akar sejarah Taman Sari di Yogyakarta dan Jakarta dapat dibaca di laman website edunews.id (01/01/22).

Kelurahan Taman Sari Jakarta berada di Kecamatan Taman Sari, Kota Administrasi Jakarta Barat. Bersama tujuh kelurahan lainya yakni Pinangsia, Glodok, Mangga Besar, Krukut, Tangki dan Maphar masuk dalam wilayah Kecamatan Taman Sari. Wilayah Kecamatan Taman Sari dahulunya adalah Ibu Kota Hindia Belanda yang dikenal dengan nama Batavia. 

Sejarah Taman Sari adalah juga sejarah Panjang Jakarta. Kawasan ini tumbuh dan menjadi etalase panjang sejarah Jakarta. Dari era Sunda Kelapa (397—1527), Jayakarta (1527—1619), Batavia (1619—1942), Jakaruta Tokubetsu Shi (1942—1945), Djakarta (1945—1972) dan Jakarta (1972—sekarang). Sejak dahulu juga kawasan Taman Sari adalah pusat bisnis, hiburan dan kuliner di Jakarta. 

Dari cacatan yang pernah kami ulas di edunews.id (12/11/21) Menurut Zaenudin HM sejarawan Jakarta yang menulis buku, “212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe” terbitan Ufuk Perres pada Oktober 2012, menyebutkan pada era Pemerintahan Hindia Belanda abad ke-19 dibangun Taman yang diberi nama “Wilhelmina Park”. “Wilhelmina Park” atau Taman Wilhelmina dibangun atas prakarsa Gubernur Jenderal Van De Bosch tahun 1834. Taman Wilhelmina adalah taman terbesar yang dibangun saat itu, terbentang dari kawasan Mangga Besar sampai ke Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal sekarang.

Taman ini dibangun sebagai penghormatan kepada Wilhelmina yang pada saat itu calon tunggal Ratu Belanda. Nama lengkapnya Wilhelmina Helena Puline Marie van Orange Nassau, lahir 31 Agustus 1880 – 28 November 1962, dan menjadi Ratu Belanda sejak 1890-1948. Adalah anak satu-satunya dari Raja Willem III dan istri keduanya Ratu Emma. 
Taman Wilhelmina selain taman bunga juga terdapat kebon sayur dan buah bagi orang Belanda, aliran Sungai Ciliwung yang bersih mengalir (pada waktu itu) juga menjadi daya tarik Taman Wilhelmina, terdapat Benteng (Citedal) Prins Frederik Hendrik dan Monumen Waterloo atau dikenal juga dengan nama “Atjeh Monumen”, sebuah monument pengingat gugurnya Tentara Belanda dalam perang melawan Kesultanan Aceh Darusalam.

Dalam perjalanan sejarahnya yang sangat panjang kawasan Taman Wilhelmina beralih fungsi menjadi derah pemukiman, pertokoan dan termasuk didalamnya lokasi Masjid Istiqlal (1961) dulunya Benteng (Citedal) Prins Frederik Hendrik dan Gereja Katedral. Menurut Zaenudin HM tidak ada penjelasan sejarah terkait perubahan nama dari Taman Wilhelmina menjadi Taman Sari. Ini berlangsung dalam proses sosio-masyarakat yang sangat panjang, mungkin saja karena jejak Taman jadinya disebut Taman Sari.

Taman Sari Dengan Keragaman Budaya

Sebagai pusat bisnis, hiburan, dan pemerintahan sejak era Hindia Belanda wilayah Taman Sari layaknya etalasi besar Jakarta yang menyuguhkan keragaman agama, budaya dan ras. Walaupun tidak ada lagi Taman dalam arti keragaman warna bunga, akan tetapi Taman Sari sekarang adalah landscape intermultikulturisme Jakarta. 

Meminjam istilah sejarahwan Jakarta, JJ. Rizal, keragaman budaya di Taman Sari bukan lagi multikulturisme tetapi intermultikulturisme. Sebuah istilah Antropologi yang menggambarkan keragaman budaya saling mempengeruhi dan membentuk warma baru. Dan warna baru itu mewakili setiap warna kebudayaan. 

Pada era Hindia Belanda kawasan Pinangsia mayoritas disisi warga Eropa, kawasan Glodok mayoritas warga Tionghoa, kawasan Krukut mayoritas orang Arab-Hindustan, dan Maphar, Tangki mayoritas Pribumi. Memasuki era Kemerdekaan akulturasi keragaman budaya lebih cair dan berbaur. Akulturasi budaya dalam rentang waktu yang sangat panjang telah membetuk “wajah baru” Betawi Taman Sari dengan ciri khas tersendiri. Ini yang disebut intermultikulturisme. 

Seperti pada perayaan Imlek, tidak hanya nuansa merah dan ornament Naga Barongsai memadati setiap sudut Taman Sari tetapi juga tradisi tukar Ikan Bandeng, bagi-bagi Angpau dan Dodol China menjadi kebiasaan wajib setiap perayaan Imlek. Dibagikan ke sesame Tinghoa, ke tetangga, sahabat atau keluarga yang Arab, Hindustan dan Melayu. 

Begitu juga perayaan keagaaman yang lain, Idul Fitri, Idul Adha, Bulan Maulid, Natal, tahun baru bentuk-bentuk akulturasi kebudayaan terlihat dari ornament, makanan, interaksi antar tetangga dan selebrasi.

Jika pada era Hindia Belanda ada Welhelmina Park dengan keragaman warna bunga yang Sari bunganya harum mewangi. Maka Taman Sari saat ini adalah keragaman warna budaya yang hidup berdampingan dan saling mengisi. Dengan Sari kebudayaan yang guyub, saling membantu dan saling menghormati. 
  
Kawasan Pusat Pariwisata, Bisnis dan Hiburan Jakarta.

Selain keragaman budaya sejak dahulu wilayah Taman Sari adalah pusat pariwisata, bisnis dan hiburan di Jakarta. Pertokoan Glodok, Mangga Besar, Gajah Mada, Pasar Asemka dan Kawasan Kota Tua Jakarta dan segudang tempat hiburan serta sentra kuliner, adalah lokasi yang masuk dalam wilayah Kecamatan Taman Sari. 

Sebagai pusat pariwisata, bisnis dan hiburan Taman Sari aktif 24 jam. Kawasan Jakarta yang padat, beragam dan tidak pernah terlelap. Kawasan yang bisnisnya bergantian sejak subuh dan disambung lagi sampai subuhnya. 

jika siang hari kawasan ini sibuk dengan bisnis, pusat grosir, perkantoran dan wisata Kota Tua Jakarta. Dan jika malam jalanan seperti Mangga Besar, Pangeran Jayakarta, akan dipenuhi dengan ragam kuliner malam. Pada malam hari Taman Sari tetap terjaga dengan pariwisata malam dan hiburan. 
  
Menjadi Peacemaker di Taman Sari     

Gambaran sederhana dari intermultikulturisme Kelurahan Taman Sari misalnya di Kelurahan Taman Sari ada 9 Masjid, 7 Gereja, 5 Vihara dan 3 Mushola. Ada 8 RW dan 4 Ketua RW etnis Tionghoa, 2 Etnis Sunda, dan 2 etnis Betawi. Untuk RW.01 seluruh warnganya Tionghoa, sementara 7 RW lainya memiliki keragaman etnis dan agama yang seimbang.   

Kelurahan Taman Sari hadir dan memonitoring seluruh perayaan keagamaan. Bercengkrama dengan para Suhu di Vihara, mendengar Pendeta/Pastor di Gereja dan nasehat dari Imam/Ustat di Masjid dan Mushola. Ada Maulid akbar yang dilaksanakan setiap tahunya. Ada Imlek terpusat di wilayah Kelurahan Taman Sari. Dan ada Natal yang selalu dihidupkan. 

Idealnya siapapun yang bertugas sebagai Lurah di Taman Sari harus menjadi Peacemaker Justice. Peacemaker yang kita diskusikan disini tidak sama persis dengan Peacemaker dalam serial televisi superhero Amerika Serikat . Peacemaker dalam pengertian ini mengacu kepada devinisi BPHN Kementerian Hukum Republik Indonesia yakni Juru Damai Non Litigation.

Selama di Kelurahan Taman Sari paling tidak beberapa even yang laksanakan dalam rangka meningkatkan pengetahuan kita tentang budaya setempat serta promosi pariwisata. Beberapa festival tahunan yang coba kami hidupkan selama 5 tahun belakangan ini diantaranya Pesta Budaya Taman Sari, Festival Kue Keranjang, dan Festival Moon Keck. 

Kelurahan Taman Sari kini memiliki Pos Bantuan Hukum (Posbankum) dengan dua orang tokoh masyarakat yang telah mengikuti Diklat Paralegal Kanwil Hukum DKI Jakarta yakni Jumhana dan Ook Suparman. Dibantu dengan Babinsa dan Babinkamtibmas serta Satpol PP, Posbankum Kelurahan Taman Sari telah beberapa kali melakukan mediasi persoalan warga dengan penyelesaian jalur damai non litigasi.

Menjadi Juru Damai dan Anggota Posbankum di Kelurahan Taman Sari memang membutuhkan effort yang sangat tinggi. Sebagai kawasan yang aktif sepanjang waktu tentu persoalan antar warga kerap menjadi pekerjaan rutin. Apalagi perselisihan warga kerap kali melibatkan warga dengan latar agama, budaya, atau ras yang berbeda. 

Penangan mediasi persoalan warga pada akhirnya membutuhkan keluasan wacana, kemampuan melihat lebih banyak sudut pandang serta kebijkasanaan mengambil keputusan. Ketika Juru Damai memilih putusan, putusan tersebut harus dapat diterima setiap pihak yang bertikan dan tidak aka nada lagi persoalan sesudahnya.   


Abdul Malik Raharusun
Lurah Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kota Administrasi Jakarta Barat, peserta Peacemaker Justice Award 2025, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum Republik Indonesia.

Referensi
1. https://www.visitkelurahantamansari.com/
2. https://barat.jakarta.go.id/kelurahan/tamansari#profil
3. https://bphn.go.id/informasi/read/2025080209152823/hasil-seleksi-penerima-non-litigation-peacemaker-nlp-tahun-2025
4. https://edunews.id/literasi/sepekan-taman-sari/
5. https://edunews.id/literasi/taman-sari-yogyakarta-jakarta/

Kembali
© Taman Sari Jakarta, All Right Reserved.